Mengurai Cahaya

saatnya hidup menjadi bermakna!

Doa tengah Malam

Tuhanku…

Jelmaan luka itu menggoyahkan jejaring yang selama ini kurenda. Tubuhku renta seiring detak yang masih saja tersisa. Harus pada siapa kuadu? Derai air menganak sungai di pipi. Tanpa lelah. Tanpa butuh sembunyi lagi.

Engkau mau mendengarkanku, kan?

Getar dan ucap semat kian lama kian gentar menggedor-gedor telinga. Aku seperti penguping dari balik tembok yang tak punya kata-kata. Bisakah waktu menjadi obat? Mampukah hari kembali sedia kala?

Tuhanku…

Aku mengadu atas nama jerit hatiku. Di tengah malam yang hilir mudik diramaikan malaikat, kutangiskan sebuah harap dan cinta yang pekat.

Mohon kebaikan untuk mereka. Mohon lembutkan hati mereka. Mohon jadikan langkah mereka adalah sebuah amalan yang indah.

Tuhanku…

Aku bisa bersabar. Pasti. Tapi kumohonkan pada-Mu.semua jalan terbaik untuk penyelesaian kemelut ini. Aku yang tanpa apa-apa, Kau yang maha serba bisa.

Tuhanku… Sungaiku kian beranak pinak. Tapi kumohon telaga pada-Mu untuk menampungnya. Hati yang seluas samudera. Jiwa yang merdeka. Senyum dan tawa yang jembali sua.

Tuhanku.. Aku rindu mengobrol denganMu.

Tinggalkan komentar »

Ilu~sionistic

Aku suka caramu mencintaiku. Tanpa berlebihan. Tanpa meluap-luap. Tanpa menyadari bahwa cintamu begitu besar hingga bisa menumbuhkan badai di hariku.

Aku suka caramu meluapkan butiran rindu. Tanpa diumbar, tanpa diucap, tapi matamu telah begitu telaga memahami sifatku.

Aku suka caramu mendidik hatimu. Tanpa lengah, tanpa lemah, tanpa kata2 pembuat jengah. Tapi ronamu telah seringkali berkhianat. Ada riak dalam diam. Ada teduh dalam denyar.

Aku suka caraku mendeskripsikanmu. Karena kamu entah siapa. Dan barangkali, di masa depan, kau akan belajar untuk menjadi seseorang yang sabar. Sabar karena di waktu ini, aku sudah mengenalmu, tanpa tahu kamu siapa dan bagaimana.

Barangkali, suka juga seringkali menemukan muara.

1 Komentar »

Metafor Hujan

Di luar, hujan masih saja gelisah membasuh jalanan. Tak peduli aktivitas jadi terhenti, tak ingin tahu banyak yang telah menunggu waktu.

Di jalanan, hujan masih saja menorehkan sapuan cinta. Tak peduli pada licin, tak mau tahu pada yang menggerutu.

Di kanvas lukisanmu, hujan masih berderai-derai menjilati sisi kalbu. Ada yang berteriak menyuruhmu diam. Ada yang mendoakan semoga kau tetap berada pada kesetiaan.

Dan rintik hujan masih saja terkekeh-kekeh menyaksikan senyummu yang lugu. Hatimu serupa kanvas. Dan senyummu metafor untuk sebuah rasa yang kini kerapkali datang tanpa diundang.

Kau akhirnya diam tanpa tanya dan jawaban. Hujan telah memetaforakan bahasa menjadi laku cerita.

Mata pun kini berkisah jua.

1 Komentar »

Sajak Semesta

Selamat pagi cinta.

Kusapa hati terlebih dahulu, bertanya tentang rasa yang pernah tiba dan mengaliri jiwa. Apa kabar pencarian? Bagaimana penantian? Lirih waktu menjembatani kita dalam lengkung-lengkung doa. Dalam imaji yang mempertemukan harap dengan realita.

Ini kita. Dalam sajaksajak semesta.

Tinggalkan komentar »

Doa

Aku tak pernah alfa mendoakan sebait kebaikan untukmu. Selirih doa yang kuhantarkan pada semilir angin, sulur akar-akar, dan kambium yang mengekalkan kayu pada kokoh zaman.

Aku tak pernah alfa mengirimkan secawan doa untukmu. Doa untuk helai demi helai senyum yang kau laku, lembar demi lembar aktivitas yang kau tuju. Semoga lancar,semoga berkah, semoga tetap menaungi seperti awan berombak-ombak meneduhimu.

Aku tak pernah alfa membisikkan namamu dalam sujud-sujudku. Doa sederhana. Doa paling biasa. Paling istimewa.

Aku tak pernah alfa mendoakanmu. Meski kau tak tahu. Dan memang tak perlu tahu.

Tinggalkan komentar »

Tentang Persahabatan Aku-kamu

Karena aku tak mau, suatu hari nanti diantara kita ada yang bilang: selamat tinggal. Terima kasih untuk semuanya. Kamu pantas dapat yang lebih baik. 

Ya, seperti itu. Lalu pergi, begitu saja. Kita bakal sama-sama berjanji untuk tetap bersahabat setelah pisah tapi pada nyatanya tak akan ada satu pun di antara kita yang berani untuk sekedar menanyakan kabar. Tak akan ada lagi yang membicarakan kerjaan, berkelana mencari buku-buku bacaan. Kita akan canggung. Dan kehabisan cara untuk bersahabat biasa seperti dulu. Lalu kita akan sama-sama punya yang baru. Itu… jahat.

Kalimat yang seketika… GUE BANGET. Ya Allah!

Tinggalkan komentar »

Jeda

jeda adalah spasi sederhana. alasan yang membuat langkah terpikir berikutnya, kesiapan menerima akibat dari sebab yang tlah dipilih dan dilogikakan jiwa.

jeda adalah tarian logika. gumpalan ego yang dikosongkan, jumpalitan doa yang kau sembahkan, lirih kata-kata yang kau bisikkan. ada siliweran jalan keluar di sana, di balik keterasingan dan kesendirian.
jeda adalah cara tuhan menyayangi dengan kelembutan. karena kau selalu tak bisa dipaksa, tubuhmu menolak untuk terus bekerja, semua senyum kadang berubah jadi tawar saat dahaga hari mulai menyilet diri.
jeda adalah ketika aku memutuskan untuk berhenti. sejenak yang membuat hadirku dibalut hening dan sepi. mengalirkan semua rasa dalam putaran munajat, juga keajegan yang seringkali menggerakkan.
jeda adalah… saat aku menyuka secara sederhana.
Tinggalkan komentar »

Tentang Pengabdian itu

Hari ini, aku mendapat kiriman di wall facebook-ku dari seorang teman SMA dulu. Sebuah kiriman yang akhirnya membuatku mengelus dada dan speechles, tak tahu harus berkata apa.

Dia teman yang istimewa. Dewasa, tinggi, dan dulu jauh-jauh datang dari kampungnya yang jauh agar bisa sekolah di SMA. Ketika akhirnya aku masuk kuliah di Bandung, kudengar dia kuliah juga mengambil jurusan matematika di STKIP Garut. Jarang sekali ada kontak di antara kami. Sampai suatu saat, saat aku mengirimkan di wall facebook-ku sebuah tautan tentang betapa beruntungnya menjadi guru, dia mulai berkomentar tentang betapa tak adilnya pemerintah terhadap kondisi guru, terutama guru yang ada di pedalaman.  Ya, aku akui itu. Betapa cukup mengelus dada saat harus menyaksikan kondisi perekonomian guru di pedalaman begitu mengkhawatirkan. Gaji seadanya, fasilitas mengajar tak ada, dan jauh dari hiruk pikuk dunia internet. Semua serba terbatas dan sederhana.

Lantas, hari ini, dia mengirimkan pesan ini padaku, sebuah pesan yang menusuk hati dan perasaan. Pesan yang menggetarkan, meluluhkan nada kesombongan, dan aku tak tahu harus mengalamatkan aspirasi ini kepada siapa.

Sahabatku,kabarkan ini pada mereka yang di sana:

”Ya…ya..  itu memang dedikasi dan pengabdian. Kami paham betul tentang itu, karena kami dicetak untuk itu. Kami pun merasa bangga saat anak-anak kami di GEDUNG itu mengerti perbedaan 2+2=4 dengan 2X2=4. Tapi di sisi lain, kami merasa sesak dada, saat harus mengganti susu formula untuk teman hati yang menyusui dan buah hati kami di BANGUNAN itu dengan air putih+air tajin”

Seketika, aku begitu malu pada diriku.

Tinggalkan komentar »

kau dan aku

… sejatinya, sebuah rasa adalah untaian doa-doa. tetap disirami, tetap dipelihara, tetap dijaga agar benih tak lantas mati sebelum bertumbuh.

sejatinya, kita pun begitu. dua perbedaan yang sama-sama datang, berkembang, saling mengenal, tapi terpisahkan dua daratan. kita punya jembatan. kita bisa menyebrangi jembatan itu; bersama atau sendiri, sekarang ataupun nanti.

sejatinya, kita bisa mempertemukan banyak persamaan, memadukan perbedaan, menjalin simpul dalam keeratan sebuah hubungan. tak peduli badai, tak peduli kapan hujan datang dan henti, tak peduli esok hari masihkah ada mentari.

sejatinya, kita bisa mengusahakan segala jalan kebaikan itu.

kau dan aku.

di antara ‘dan’

bukan pilihan.

1 Komentar »

Awkward

Akhir-akhir ini, tak tahu harus menulis apa. Semua ide terasa beku dan keinginan menulis pun, meski sedikit masih menyala, seringkali mati begitu saja diserang penyakit malas mau ngapa-ngapain. Bahkan tulisan ini, dibuat setengah jam lewat jam masuk kelas, setelah anak-anak siap dengan soal mereka dan aku sudah mulai membuka laptop karena diserang rasa kantuk.

Lima menit pertama, rasanya malaaas sangat. RRRR. Inginnya buka kembali facebook, twitter, dan mulai bermain dengan kata-kata di sana. Tapi di sana, sekali nulis langsung lewat. Gak tertata dengan baik, dan tak bisa curhat sebebas mungkin. Lah, jadi ceritanya tulisan ini mau curhat?

Nggak juga sih. Cuma ya, ini kan rumah pribadi. Kamar pribadi yang tak bisa seorang pun masuk. Halah. Lebai. Ya, maksudnya, aku bisa lebih bebas dalam bereksplorasi di sini, baik secara bahasa maupun secara sistematika. Random juga gak kenapa juga kaaan.

Jadi ya, beberapa hari ini perasaanku emang lagi gak mood. Ini tingkat seiya mengingat perasaan kosong itu berjibaku dan makin membuat blunder.

Pokoknya… berasa AWKWARD banget.

Blum lagi ada postingan foto yang NYINDIR. Ya sudah lah, gak mau bahas. Capek hate, bukan gini seharusnya anda kalau mau bersikap. Bak-baik bisa kan? Berlakulah sopan. Dan saya juga akan sangat sopan pada anda.

Paham?

1 Komentar »