Mengurai Cahaya

saatnya hidup menjadi bermakna!

Tak Lagi Sama Membaca Rasa

pada 15 Maret 2012

Tak perlu memaksakan diri harus memahami. Kita tercipta berbeda. Beda rasa. Beda pola pikir. Beda pula cara memandang sebuah keadaan. Mungkin saja di sebuah kelokan kita bertemu, untuk sekadar bertatap muka lalu kembali pada keterasingan yang nyata.

Kita saling mengenal dalam rupa, tapi mulai entah dalam membaca rasa.

Jadi tak perlulah memaksakan diri pura-pura mengerti. Silakan kembali dengan pola alurmu sendiri, memutar roda kehidupan seperti biasa, anggap saja kita tak benar-benar ditakdirkan bersama. Seperti air dengan minyak. Seperti pungguk dengan rembulan.

Jika pada suatu kelokan kita bersua, menyapalah seadanya. Tak perlu pelukan hangat, tak usah ada perayaan. Barangkali kita memang sudah terasing satu sama lain. Tapi sebelum semuanya terlanjur tiba, izinkanlah kukatakan padamu:

Maafkan aku. Seperti inilah cinta telah mengajariku. Berani meminta maaf sebelum terpisah. Berani memulai sebelum kelu berpikul-pikul akan memantul.

Terima kasih. Karena kau sudah sudi bernyanyi di hariku yang muram. Setidaknya, senjaku telah lebih indah dibanding biasa. Meski akhirnya sang surya meski lewat jua meredupkan cahaya.

Barangkali, beginilah nasib rasa meski dicerna.


Tinggalkan komentar